WHO Peringatkan Dunia untuk Waspadai Gejala MERS
Organisasi Kesehatan Dunia meminta kepada para pekerja kesehatan di
seluruh dunia agar waspada terhadap gejala penyakit pernafasan maut
coronavirus Middle East Respiratory Syndrome (MERS).
Para pejabat WHO mengeluarkan peringatan
tersebut, Senin (10/6) saat mengakhiri penyelidikan enam hari di Arab
Saudi, dimana 40 dari 55 orang menderita penyakit pernafasan itu. Enam
puluh persen dari penderita sudah meninggal dunia.
Badan PBB itu prihatin bahwa virus MERS
mungkin akan menular ke para peziarah yang diperkirakan akan mengunjungi
tempat-tempat suci di Arab Saudi bulan depan dalam bulan Ramadan, atau
jutaan lagi diperkirakan akan datang bulan Oktober untuk menunaikan
ibadah Haji di Mekah.
Para pejabat juga khawatir bahwa para
pekerja tamu di kerajaan itu dapat membawa virus itu ke negara-negara
asal mereka, kemungkinan mengakibatkan pandemik global.
Orang-orang yang melakukan perjalanan
internasional telah membawa virus itu ke Inggris, Perancis, Jerman, dan
Italia. Orang yang terinfeksi juga telah ditemukan di Yordania, Qatar,
Tunisia dan Uni Emirat Arab.
(sumber: www.voaindonesia.com)
DEPOK - Palang Merah Indonesia (PMI)
Kota Depok membandrol darah seharga Rp 250 ribu per kantong. Harga itu
untuk biaya pengolahan darah.
Penanggung Jawab Teknis Unit Donor Darah
PMI Depok Kartono mengatakan biaya tersebut juga diperuntukan
pemeriksaan komponen darah dan kegiatan teknis donor darah yang
dilakukan di setiap daerah.
"Agar masyarakat tidak salah paham
kenapa harus membayar Rp 250 ribu, karena darah juga harus diperiksa
terhadap penyakit-penyakit seperti HIV, Hepatitis B dan C, untuk
mencocokan antara darah pendonor dan pasien," ujarnya Senin (10/6/2013).
Biaya tersebut, kata dia, juga telah
diatur oleh Departemen Kesehatan RI. Biaya Rp250 ribu itu saat ini
berlaku di DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Tangerang Selatan dan
Provinsi Banten.
Lebih lanjut ia mengatakan, keberadaan
darah yang telah didonorkan tidak dapat bertahan lama. Kekuatan darah
dikatakannya hanya mampu bertahan paling lama 35 hari.
"Hal ini tak melanggar aturan, harga itu sudah diatur dan sama di Jakarta, Jawa Barat, Tangsel, dan Banten," tutupnya.
(sumber: news.okezone.com)
Tanamkan Kebiasaan Preventif dalam Kesehatan
Selama ini kebanyakan orang baru
berkonsultasi kepada dokter ketika sudah mengalami gangguan kesehatan.
Dengan cara tersebut, mereka ingin mendapat kesembuhan dengan cara
pengobatan.
Namun sebenarnya bila pemeriksaan
kesehatan dilakukan secara rutin dan sejak dini sebelum sakit, hal itu
dapat mengurangi risiko kejadian sakit yang membutuhkan biaya pengobatan
tinggi. Mencegah lebih baik dari mengobati, itulah ungkapan yang kerap
disampaikan dalam kampanye kesehatan.
Pentingnya untuk mengubah paradigma
masyarakat terkait upaya kesehatan disampaikan dr. Rini Sekartini dokter
spesialis anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit
dr. Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM). Ia mengatakan, sebaiknya masyarakat
mulai meninggalkan pemikiran datang dokter hanya setelah jatuh sakit.
Artinya, masyarakat harus mulai meninggalkan pendekatan kuratif dan
mulai menanamkan kebiasaan baru yakni upaya pencegahan atau preventif.
"Cara preventif salah satunya yaitu
dengan pergi ke dokter sebelum sakit guna memahami kesehatan tubuh
secara berkala," ujarnya dalam konferensi pers seminar kesehatan
bertajuk 'Mom How's Your Family: Seminar Tumbuh Kembang Anak' di
Jakarta, Sabtu (8/6/2013).
Rini mengatakan, pemeriksaan dokter
ditujukan untuk mengetahui gangguan kesehatan sedini mungkin agar dapat
mencegahnya berkembang ke tahap yang lebih parah. Pemeriksaan dokter
biasanya kemudian dijadikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium.
Miftah Nur Rahman, perwakilan dari
Laboratorium Klinik Prodia mengatakan, pemeriksaan laboratorium untuk
kesehatan secara keseluruhan meliputi pemeriksaan anemia dan kelainan
sel darah lainnya, status nutrisi, profil lemak, dan mendeteksi adanya
inveksi virus hepatitis B dan ada tidaknya kekebalan.
Meskipun pemeriksaan kesehatan rutin
identik dengan orang yang berusia lebih tua, namun bukan berarti
anak-anak tidak membutuhkannya. Miftah memaparkan, pemeriksaan kesehatan
sejatinya dibutuhkan oleh segala usia, dari mulai bayi baru lahir
hingga orang tua.
"Bahkan anak-anak seharusnya lebih sering mendapat pemeriksaan kesehatan," ujar Miftah.
Pasalnya, imbuhnya, ada kondisi
kesehatan tertentu yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Oleh
karena itu sangatlah penting uintuk memantau setiap fase pertumbuhan
anak.
Rini menuturkan frekuensi yang
disarankan untuk melakukan pemeriksaan yaitu untuk bayi setiap bulan,
anak usia sekolah setiap enam bulan, anak remaja setiap tahun, dan
dewasa setiap tahun atau setiap dua tahun.
(sumber: health.kompas.com)